Anak yang mengalami ini merasa butuh pertolongan orang lain, mereka beranggapan bahwa sekelilingnya
sangat tidak tidak bersahabat dengannya; pikiran-pikiran tersebut diciptakan
sendiri. Mereka membutuhkan orang lain, teman dekat atau seseorang yang dapat
membantunya dalam melakukan atau memberi dukungan secara langsung untuk
mengerti dan memberikan arahan hal-hal yang perlu dilakukannya dengan demikian
kecemasan yang dirasakannya dapat berkurang.Individu dengan DPD
terbatas pikiran negatif, persepsi dan hubungan interpersonal, sulit berpikir
secara logis dan mereka cenderung untuk mempercayai segala sesuatunya
berdasarkan pikirannya dan pengalamannya sendiri.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan anak tidak mandiri.
Pertama: adanya kekhawatiran yang berlebihan dari orangtua terhadap anaknya.
Misalnya, orangtua melarang anaknya mandi sendiri karena khawatir kurang
bersih; melarang anak makan sendiri karena khawatir makanan tumpah. Segala
kehawatiran lingkungan yang berlebihan akan menyebabkan anak tidak mandiri.
Kedua: orangtua sering membatasi dan melarang anaknya berbuat sesuatu secara berlebihan. Setiap anak beraktivitas, orangtua sering mengatakan, “jangan” tanpa diikuti argumentasi yang jelas. Pola doktrin seperti ini membuat anak ragu-ragu untuk mengembangkan kreativitasnya. Kondisi seperti ini akan mendidik anak untuk tidak berani membuat keputusan (decession making) dalam kehidupannya sehari-hari.
Ketiga: kasih-sayang orangtua yang berlebihan terhadap anak. Misalnya, karena sangat sayang, apapun keinginan anak dipenuhi. Bahkan karena protektifnya, anak dibiarkan saja “duduk manis”, sementara orangtua atau pembantunya sibuk melayaninya. Pendidikan dengan model menjadikan anak sebagai raja kecil atau “the little king” dalam rumah merupakan penyebab anak tidak mandiri.
Kedua: orangtua sering membatasi dan melarang anaknya berbuat sesuatu secara berlebihan. Setiap anak beraktivitas, orangtua sering mengatakan, “jangan” tanpa diikuti argumentasi yang jelas. Pola doktrin seperti ini membuat anak ragu-ragu untuk mengembangkan kreativitasnya. Kondisi seperti ini akan mendidik anak untuk tidak berani membuat keputusan (decession making) dalam kehidupannya sehari-hari.
Ketiga: kasih-sayang orangtua yang berlebihan terhadap anak. Misalnya, karena sangat sayang, apapun keinginan anak dipenuhi. Bahkan karena protektifnya, anak dibiarkan saja “duduk manis”, sementara orangtua atau pembantunya sibuk melayaninya. Pendidikan dengan model menjadikan anak sebagai raja kecil atau “the little king” dalam rumah merupakan penyebab anak tidak mandiri.
Seorang
ibu mengeluh anaknya sulit mandiri baik memakai baju, mandi, dan pekerjaan lain
yang sebenarnya mudah dan bisa dikerjakannya sendiri.
Salah satu yang khas dari anak umur 2 sampai 3 tahun adalah
berkata tidak. Tawaran yang anda lontarkan sering ia tolak, dan ini sulit
dipahami. Apa yang diperbolehkan ia tidak mau dan apa yang dilarang malah dia
kerjakan. Perasaan/Ungkapan seperti itu karena dia merasa sudah mampu melakukan
segala sesuatunya sendiri. Bnatuan orang lain termasuk Anda hanya membuatnya
merasa tidak mampu, sehingga ekspresi menolaklah yang diperlihatkannya. Ia
ingin memperlihatkan pada dunia 'inilah saya!'
Namun sehebat-hebatnya anak usia 3 tahun ia tetap si kecil yang tergantung pada Anda. Ini yang kerap menimbulkan konflik pada diri mereka. Di satu pihak ia ingin lepas dari bantuan orang tuanya untuk membuktikan kemampuannya, tapi di lain pihak ia masih tetap membutuhkan bantuan tersebut. Keadaan tak tentu inilah yang membuat mereka sulit diajak bekerja sama.
Sebagai jalan pintas, terkadang orang tua menuruti saja segala kemauan mereka."Daripada ribut," kata seorang ibu. Padahal bantuan-bantuan semacam itu tanpa disadari menutup kesempatan anak untuk mandiri. Ia jadi keenakan sehingga ia bisa berkembang menjadi anak manja. Akibatnya proses belajar mandiri semakin terhambat.
Namun sehebat-hebatnya anak usia 3 tahun ia tetap si kecil yang tergantung pada Anda. Ini yang kerap menimbulkan konflik pada diri mereka. Di satu pihak ia ingin lepas dari bantuan orang tuanya untuk membuktikan kemampuannya, tapi di lain pihak ia masih tetap membutuhkan bantuan tersebut. Keadaan tak tentu inilah yang membuat mereka sulit diajak bekerja sama.
Sebagai jalan pintas, terkadang orang tua menuruti saja segala kemauan mereka."Daripada ribut," kata seorang ibu. Padahal bantuan-bantuan semacam itu tanpa disadari menutup kesempatan anak untuk mandiri. Ia jadi keenakan sehingga ia bisa berkembang menjadi anak manja. Akibatnya proses belajar mandiri semakin terhambat.
Dasar ingin mandiri sebenarnya telah dimiliki anak sejak
kecil. Hal ini sejalan dengan rasa ingin tahu mereka, sehingga segala yang
menjadi minatnya ingin ia lakukan sendiri. Hal ini sering kurang dipahami orang
tua sehingga terjadi salah pengertian dari orang tua terhadap perkembangan
anak. Oleh karenanya akan lebih baik bila sekarang pun Anda memberi kesempatan
pada si kecil untuk melakukan segala sesuatunya sendiri bagaimana pun hasilnya
nanti. Tentu saja dimulai dengan tugas-tugas sederhana seperti menggosok gigi,
merapikan mainan dan makan sendiri. Kesempatan ini tidak hanya merangsang sikap
mandiri anak, tapi juga memenuhi kebutuhan mereka akan pengakuan lingkungan.
Tentu saja si kecil tidak mungkin melakukan segala sesuatu
seratus persen tanpa bantuan orang tua. Bantuan itu tetap mereka butuhkan meski
terselubung sifatnya.
Anda dapat melakukan batasan-batasan sederhana dan jelas baginya. Misalnya saja ia boleh membantu Anda memotong sayuran dengan pisau roti yang tidak tajam agar tidak melukai tangan. Batasan ini penting karena anak tidak mengerti akibat tindakannya. Lagipula, kesempatan itu membuat si kecil lebih aman menyalurkan keinginannya.
Anda dapat melakukan batasan-batasan sederhana dan jelas baginya. Misalnya saja ia boleh membantu Anda memotong sayuran dengan pisau roti yang tidak tajam agar tidak melukai tangan. Batasan ini penting karena anak tidak mengerti akibat tindakannya. Lagipula, kesempatan itu membuat si kecil lebih aman menyalurkan keinginannya.
Beberapa
prinsip dasar lain yang dapat membantu mengembangkan kemandirian anak hendaknya
juga Anda perhatikan. prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Berikan motivasi
Pekerjaan yang kelihatannya sepele seperti mengikat tali sepatu, sebenarnya bagi si kecil merupakan kegiatan baru yang memerlukan kerja keras. Dalan hal ini orang yang lebih tua harus benar-benar mengerti dan memahami tingkat kemampuan anak dan akan apa yang diinginkannya.
Perhatikan saja anak usia 8 bulan yang baru pandai merangkak, bila melihat mainan yang menarik, meskipun letaknya jauh, dengan segala upaya ia akan berupaya meraih mainan tsb. Begitu pula si batita (bawah tiga tahun) yang ingin makan sendiri, misalnya. Memang, bukan hasil pekerjaan rapi yang Anda saksikan. Bahkan mungkin ruang makan Anda berantakan, mulut dan tangan yang belepotan. Belum lagi kalau si kecil terus menerus ingin mengurus diri Terlepas dari susahnya menghadapi kerepotan ini, tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Sekalipun Anda harus sering mengelus dada, tapi memberi si kecil kesempatan untuk membuat berbagai keputusan adalah salah satu upaya yang harus Anda lakukan. Biarkan mereka memilih apa yang ingin dilakukan, bukan anda yang menetukan. "Ade mau makan dengan sendok atau tangan?" misalnya. Dengan demikian si anak tidak saja merasa dianggap besar karena boleh memutuskan keinginannya, tapi juga mempunyai kesempatan untuk berkata "tidak". Yang perlu Anda perhatikan adalah menghargai usaha si kecil dalam memutuskan pilihan. Artinya memberi saran bila mereka kelihatan bimbang, menggambarkan akibat-akibatnya sebagai dasar pertimbangan, dan menyerahkan pilihan kepada mereka. Biarkan anak merasakan akibat dari pilihannya, sehingga untuk kali berikutnya ia akan lebih cermat lagi.
Dengan demikian anak akan merasa lebih leluasa mengembangkan kemampuannya dalam memutuskan keinginannya dengan pertimbangan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Anak yang terbiasa demikian akan lebih dapat mandiri dibanding anak yang selalu diarahkan orang tuanya karena merasa khawatir yang sebenarnya tidak cukup beralasan. Jadi kalau upaya anak tadi tsb. tidak digubris sama sekali atau Anda cela karena hasil yang tidak rapi, maka ia akan kecewa dan enggan melakukan lagi pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tapi, cobalah Anda perkuat motivasi dengan senyum dan pujian, si kecil akan bersemangat menyelesaikan pekerjaannya.
Pekerjaan yang kelihatannya sepele seperti mengikat tali sepatu, sebenarnya bagi si kecil merupakan kegiatan baru yang memerlukan kerja keras. Dalan hal ini orang yang lebih tua harus benar-benar mengerti dan memahami tingkat kemampuan anak dan akan apa yang diinginkannya.
Perhatikan saja anak usia 8 bulan yang baru pandai merangkak, bila melihat mainan yang menarik, meskipun letaknya jauh, dengan segala upaya ia akan berupaya meraih mainan tsb. Begitu pula si batita (bawah tiga tahun) yang ingin makan sendiri, misalnya. Memang, bukan hasil pekerjaan rapi yang Anda saksikan. Bahkan mungkin ruang makan Anda berantakan, mulut dan tangan yang belepotan. Belum lagi kalau si kecil terus menerus ingin mengurus diri Terlepas dari susahnya menghadapi kerepotan ini, tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Sekalipun Anda harus sering mengelus dada, tapi memberi si kecil kesempatan untuk membuat berbagai keputusan adalah salah satu upaya yang harus Anda lakukan. Biarkan mereka memilih apa yang ingin dilakukan, bukan anda yang menetukan. "Ade mau makan dengan sendok atau tangan?" misalnya. Dengan demikian si anak tidak saja merasa dianggap besar karena boleh memutuskan keinginannya, tapi juga mempunyai kesempatan untuk berkata "tidak". Yang perlu Anda perhatikan adalah menghargai usaha si kecil dalam memutuskan pilihan. Artinya memberi saran bila mereka kelihatan bimbang, menggambarkan akibat-akibatnya sebagai dasar pertimbangan, dan menyerahkan pilihan kepada mereka. Biarkan anak merasakan akibat dari pilihannya, sehingga untuk kali berikutnya ia akan lebih cermat lagi.
Dengan demikian anak akan merasa lebih leluasa mengembangkan kemampuannya dalam memutuskan keinginannya dengan pertimbangan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Anak yang terbiasa demikian akan lebih dapat mandiri dibanding anak yang selalu diarahkan orang tuanya karena merasa khawatir yang sebenarnya tidak cukup beralasan. Jadi kalau upaya anak tadi tsb. tidak digubris sama sekali atau Anda cela karena hasil yang tidak rapi, maka ia akan kecewa dan enggan melakukan lagi pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tapi, cobalah Anda perkuat motivasi dengan senyum dan pujian, si kecil akan bersemangat menyelesaikan pekerjaannya.
2. Bantulah Lingkungan Fisiknya
Keterbatasan fisik mereka, tentu saja membuat mereka memerlukan bantuan orang lain, maupun bantuan berupa barang seperti bangku kecil atau piring dan gelas plastik untuk mebantu pekerjaannya. Dengan bantuan demikian anak akan lebih mudah makan atau mengosok giig, misalnya.
Keterbatasan fisik mereka, tentu saja membuat mereka memerlukan bantuan orang lain, maupun bantuan berupa barang seperti bangku kecil atau piring dan gelas plastik untuk mebantu pekerjaannya. Dengan bantuan demikian anak akan lebih mudah makan atau mengosok giig, misalnya.
3. Jangan Menuntut Berlebihan
Keinginan agar anak mandiri seringkali membuat orang tua menuntut anak secara berlebihan. Lupa akan keterbatasan usia dan perkembangan anak. Tuntutan seperti itu pada dasarnya hanya akan membuat Anda dan si kecil frustasi, sehingga tujuan merangsang kemandirian anak malah semakin tidak tercapai. Lebih baik melakukan semua itu dengan santai saja, sehingga suasananya pun semakin mendukung keinginan anak untuk melakukan sesuatunya sendiri. Akhirnya, pendekatan apapun yang Anda lakukan agar anak mandiri, yang terpenting adanya hubungan saling percaya atas dasar kasih sayang. Dengan dasar ini Anda akan tersenyum menyaksikan perkembangan mereka yang tampaknya tak masuk akal, disamping menjadi lebih sadar menghadapi tutntutan-tuntutannya. Anak yang mandiri sedari kecil dan berkembang dengan baik akan mempunyai rasa tanggung jawab pula atas apa yang dilakukannya/akibat dari kemandiriannya. "Pendidikan yang diberikan seseorang kepada anaknya lebih baik baginya daripada bersedekah satu sha" (HR. Tirmidzi).
Oleh : Ika Martianingsih (Admin dan Keuangan TK PErmata Hati)
(merupakan Tugas Mata Kuliah " Anak Berkebutuhan Khusus" semeter 7 S1 PAUD Universitas TErbuka Semarang)
Keinginan agar anak mandiri seringkali membuat orang tua menuntut anak secara berlebihan. Lupa akan keterbatasan usia dan perkembangan anak. Tuntutan seperti itu pada dasarnya hanya akan membuat Anda dan si kecil frustasi, sehingga tujuan merangsang kemandirian anak malah semakin tidak tercapai. Lebih baik melakukan semua itu dengan santai saja, sehingga suasananya pun semakin mendukung keinginan anak untuk melakukan sesuatunya sendiri. Akhirnya, pendekatan apapun yang Anda lakukan agar anak mandiri, yang terpenting adanya hubungan saling percaya atas dasar kasih sayang. Dengan dasar ini Anda akan tersenyum menyaksikan perkembangan mereka yang tampaknya tak masuk akal, disamping menjadi lebih sadar menghadapi tutntutan-tuntutannya. Anak yang mandiri sedari kecil dan berkembang dengan baik akan mempunyai rasa tanggung jawab pula atas apa yang dilakukannya/akibat dari kemandiriannya. "Pendidikan yang diberikan seseorang kepada anaknya lebih baik baginya daripada bersedekah satu sha" (HR. Tirmidzi).
0 komentar:
Posting Komentar