This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 18 Oktober 2012

MENGATASI ANAK TANTRUM

 

Tanya: 
Anak saya sangat takut bertemu dengan orang baru,dia juga susah sekali dibujuk ditoko mainan. sering berguling-guling kalau keinginannya tidak terpenuhi.sebaiknya saya harus bagaimana bu guru?

JAWAB:

Melihat ciri-ciri yang sampaikan ada kemungkinan bahwa Putra ibu mengalami TAmper Tantrum.ciri-ciri yang dapat dilihat  adalah perilaku marah pada anak-anak prasekolah. Mereka mengekspresikan kemarahan mereka dengan berbaring di lantai, menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan napas mereka. Tantrum yang alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustrasi mereka, karena tidak terpenuhinya keinginan mereka. 

Ketika Tantrum Terjadi 

Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua/guru adalah:

1. Memastikan segalanya aman.
 Jika Tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.

2. Orangtua harus tetap tenang
berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak.

3. Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore)
Selama Tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.

4. Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. 
 Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: “kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih”; “kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong”), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan “mama/papa sayang kamu”, “mama ada di sini sampai kamu selesai”. Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.


Ketika Tantrum Telah Berlalu
Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika Tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.
Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.

Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah Tantrum berikutnya.

Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi Tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal.

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang “sulit” dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak.


Pencegahan 

1. mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang, maka supaya ia tidak Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil.

2. melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?
Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti.

3.Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.


Demikian yang dapat bu guru  sampaikan, ada baiknya konsultasi ke psikolog anak untuk penanganan lebih lanjut.


KECERDASAN MAJEMUK






"Bu guru...anak saya koq belum bisa menulis dan berhitung ya?jangan-jangan anak saya gak cerdas?"Dhueing, itu salah satu curhatan dari orang tua murid yang penulis terima saat penulis masih menjadi guru di TK Permata Hati.ourus  jitu untuk menjawabnya adalah :"Mama...semua anak cerdas, gak ada yang gak cerdas.kalau saat ini belum bisa menulis dan berhitung itu karen amasa pekanya belum muncul..kecerdasan itu terbagi jadi 9 ma..."

Menurut Horward Garner menyimpulkan ada 9 kecerdasan pada setiap anak yang dilahirkan yaitu sebagai berikut :
  1. Kecerdasan linguistik : kemampuan untuk menggunakan bahasa dan kata-kata baik tertulis maupun lisan. Pada umumnya ditandai dengan kegiatan yang berkaitan dengan penggunanan bahsa seperti membaca, menulis, membuat puisi dll
  2. Kecerdasan logis matematis : kemampuan dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka. Pada umumnya ditandai dengan permainan berhitung, dan melakukan hal-hal yang melibatkan angka, senang bereksperimen dan suka mengerjakan teka-teki
  3. Kecerdasan visual spasial :kemampuan sesorang untuk memeahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Pada umumnya ditandai dengan memiliki kemampuan mencipta imajinasi bentuk dalam pikirannya atau menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi
  4. Kecerdasan musikal : kemampuan yang peka terhadap suara-suara non verbal termasuk didalamnya nada dan ritme. Pada umumnya ditandai dengan cenderung senang mendengar nada dan irama yang indah, bersenandung yang dilagukan sendiri, mendengarkan kaset, radio, alat musik yang dimainkan sendiri
  5. Kecerdasan kinestetis : kemampuan sesorang untuk secara aktif menggunakan bagian tubuh atau seluruh tubuh untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah, dapat dijumpai pada anak yang ungguk dalam salah satu cabang olahpandai menari, terampil berakrobat dan sulap
  6. Kecerdasan intrapersonal : kemampuan untuk peka terhadap perasaannya sendiri. Biasanya cenderung untuk mengenali kekuatan dan kelemahan , menyukai kesendirian dan merenung dan berdialog dengan diri sendiri
  7. Kecerdasan intrerpersonal : kemampuan untuk peka terhadap perasaan orang lain, mencakup kemampuan untuk akrab dengan teman-temannya, memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan dll
  8. Kecerdasan naturalistic : kemampuan peka terhadap lingkungan alamyang terbuka. Pada umumnya ditandai dengan menunujukkan minat terhadap alam, senang bermain di kandang binatang, membawa binatang kedalam kelas dll
  9. Kecerdasan Eksistensial : kemampuan untuk menempatkan diri dalam lingkup   kosmos terjauh dengan makna hidup, kematian, nasib dunia, jasmani,kejiwaan dan makna pengalaman mendalam.pada umumnya adalah anak yang menanyakan proses penciptaan dirinya dan alam semesta, rajin melakukan kegiatan keagamaan tanpa perintah dari orang dewasa dan senang terlibat dalam kegiatan keagamaan.  

    Nah ma..pilihan mama untuk menitipkan anak mama di KBTKIT PErmata HAti semarang sudah tepat karena di KBTKIT PErmata HAti Semarang, semua siswa permata Hati masing-masing anak akan diasah sesuai dengan bakat dan kemampuannya.kami selaku guru hanya memfasilitasi anak untuk mengembangkan bakatnya.kami mengenalkan semua Pengetahuan yang dibutuhkan anak dan membimbing agar bisa berkembang aspek pengembangannya..yakinlah bahwa semua anak adalah cerdas...termasuk anak mama...

MENGATASI ANAK YANG BELUM BISA MANDIRI



 Masa awal sekolah biasanya anak sangat susah untuk berpisah dengan  pengasuh, orang tua. atau selelu meminta tolong  pada orang tua terdekatnya.Belum bisa makan sendiri padahal sudah TK B.Sangat wajar terutama bila anak terlalu biasa didampingi dan dibantu oleh mama, papa, baby sister. kakek atau nenek.
Anak yang mengalami ini merasa butuh pertolongan orang lain, mereka beranggapan bahwa sekelilingnya sangat tidak tidak bersahabat dengannya; pikiran-pikiran tersebut diciptakan sendiri. Mereka membutuhkan orang lain, teman dekat atau seseorang yang dapat membantunya dalam melakukan atau memberi dukungan secara langsung untuk mengerti dan memberikan arahan hal-hal yang perlu dilakukannya dengan demikian kecemasan yang dirasakannya dapat berkurang.Individu dengan DPD terbatas pikiran negatif, persepsi dan hubungan interpersonal, sulit berpikir secara logis dan mereka cenderung untuk mempercayai segala sesuatunya berdasarkan pikirannya dan pengalamannya sendiri.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan anak tidak mandiri. Pertama: adanya kekhawatiran yang berlebihan dari orangtua terhadap anaknya. Misalnya, orangtua melarang anaknya mandi sendiri karena khawatir kurang bersih; melarang anak makan sendiri karena khawatir makanan tumpah. Segala kehawatiran lingkungan yang berlebihan akan menyebabkan anak tidak mandiri.
Kedua: orangtua sering membatasi dan melarang anaknya berbuat sesuatu secara berlebihan. Setiap anak beraktivitas, orangtua sering mengatakan, “jangan” tanpa diikuti argumentasi yang jelas. Pola doktrin seperti ini membuat anak ragu-ragu untuk mengembangkan kreativitasnya. Kondisi seperti ini akan mendidik anak untuk tidak berani membuat keputusan (decession making) dalam kehidupannya sehari-hari.
Ketiga: kasih-sayang orangtua yang berlebihan terhadap anak. Misalnya, karena sangat sayang, apapun keinginan anak dipenuhi. Bahkan karena protektifnya, anak dibiarkan saja “duduk manis”, sementara orangtua atau pembantunya sibuk melayaninya. Pendidikan dengan model menjadikan anak sebagai raja kecil atau “the little king” dalam rumah merupakan penyebab anak tidak mandiri.
 Seorang ibu mengeluh anaknya sulit mandiri baik memakai baju, mandi, dan pekerjaan lain yang sebenarnya mudah dan bisa dikerjakannya sendiri.
Salah satu yang khas dari anak umur 2 sampai 3 tahun adalah berkata tidak. Tawaran yang anda lontarkan sering ia tolak, dan ini sulit dipahami. Apa yang diperbolehkan ia tidak mau dan apa yang dilarang malah dia kerjakan. Perasaan/Ungkapan seperti itu karena dia merasa sudah mampu melakukan segala sesuatunya sendiri. Bnatuan orang lain termasuk Anda hanya membuatnya merasa tidak mampu, sehingga ekspresi menolaklah yang diperlihatkannya. Ia ingin memperlihatkan pada dunia 'inilah saya!'
Namun sehebat-hebatnya anak usia 3 tahun ia tetap si kecil yang tergantung pada Anda. Ini yang kerap menimbulkan konflik pada diri mereka. Di satu pihak ia ingin lepas dari bantuan orang tuanya untuk membuktikan kemampuannya, tapi di lain pihak ia masih tetap membutuhkan bantuan tersebut. Keadaan tak tentu inilah yang membuat mereka sulit diajak bekerja sama.
Sebagai jalan pintas, terkadang orang tua menuruti saja segala kemauan mereka."Daripada ribut," kata seorang ibu. Padahal bantuan-bantuan semacam itu tanpa disadari menutup kesempatan anak untuk mandiri. Ia jadi keenakan sehingga ia bisa berkembang menjadi anak manja. Akibatnya proses belajar mandiri semakin terhambat.
Dasar ingin mandiri sebenarnya telah dimiliki anak sejak kecil. Hal ini sejalan dengan rasa ingin tahu mereka, sehingga segala yang menjadi minatnya ingin ia lakukan sendiri. Hal ini sering kurang dipahami orang tua sehingga terjadi salah pengertian dari orang tua terhadap perkembangan anak. Oleh karenanya akan lebih baik bila sekarang pun Anda memberi kesempatan pada si kecil untuk melakukan segala sesuatunya sendiri bagaimana pun hasilnya nanti. Tentu saja dimulai dengan tugas-tugas sederhana seperti menggosok gigi, merapikan mainan dan makan sendiri. Kesempatan ini tidak hanya merangsang sikap mandiri anak, tapi juga memenuhi kebutuhan mereka akan pengakuan lingkungan.
Tentu saja si kecil tidak mungkin melakukan segala sesuatu seratus persen tanpa bantuan orang tua. Bantuan itu tetap mereka butuhkan meski terselubung sifatnya.
Anda dapat melakukan batasan-batasan sederhana dan jelas baginya. Misalnya saja ia boleh membantu Anda memotong sayuran dengan pisau roti yang tidak tajam agar tidak melukai tangan. Batasan ini penting karena anak tidak mengerti akibat tindakannya. Lagipula, kesempatan itu membuat si kecil lebih aman menyalurkan keinginannya.
Beberapa prinsip dasar lain yang dapat membantu mengembangkan kemandirian anak hendaknya juga Anda perhatikan. prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Berikan motivasi
Pekerjaan yang kelihatannya sepele seperti mengikat tali sepatu, sebenarnya bagi si kecil merupakan kegiatan baru yang memerlukan kerja keras. Dalan hal ini orang yang lebih tua harus benar-benar mengerti dan memahami tingkat kemampuan anak dan akan apa yang diinginkannya.
Perhatikan saja anak usia 8 bulan yang baru pandai merangkak, bila melihat mainan yang menarik, meskipun letaknya jauh, dengan segala upaya ia akan berupaya meraih mainan tsb. Begitu pula si batita (bawah tiga tahun) yang ingin makan sendiri, misalnya. Memang, bukan hasil pekerjaan rapi yang Anda saksikan. Bahkan mungkin ruang makan Anda berantakan, mulut dan tangan yang belepotan. Belum lagi kalau si kecil terus menerus ingin mengurus diri Terlepas dari susahnya menghadapi kerepotan ini, tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Sekalipun Anda harus sering mengelus dada, tapi memberi si kecil kesempatan untuk membuat berbagai keputusan adalah salah satu upaya yang harus Anda lakukan. Biarkan mereka memilih apa yang ingin dilakukan, bukan anda yang menetukan. "Ade mau makan dengan sendok atau tangan?" misalnya. Dengan demikian si anak tidak saja merasa dianggap besar karena boleh memutuskan keinginannya, tapi juga mempunyai kesempatan untuk berkata "tidak". Yang perlu Anda perhatikan adalah menghargai usaha si kecil dalam memutuskan pilihan. Artinya memberi saran bila mereka kelihatan bimbang, menggambarkan akibat-akibatnya sebagai dasar pertimbangan, dan menyerahkan pilihan kepada mereka. Biarkan anak merasakan akibat dari pilihannya, sehingga untuk kali berikutnya ia akan lebih cermat lagi.
Dengan demikian anak akan merasa lebih leluasa mengembangkan kemampuannya dalam memutuskan keinginannya dengan pertimbangan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Anak yang terbiasa demikian akan lebih dapat mandiri dibanding anak yang selalu diarahkan orang tuanya karena merasa khawatir yang sebenarnya tidak cukup beralasan. Jadi kalau upaya anak tadi tsb. tidak digubris sama sekali atau Anda cela karena hasil yang tidak rapi, maka ia akan kecewa dan enggan melakukan lagi pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tapi, cobalah Anda perkuat motivasi dengan senyum dan pujian, si kecil akan bersemangat menyelesaikan pekerjaannya.

2. Bantulah Lingkungan Fisiknya
Keterbatasan fisik mereka, tentu saja membuat mereka memerlukan bantuan orang lain, maupun bantuan berupa barang seperti bangku kecil atau piring dan gelas plastik untuk mebantu pekerjaannya. Dengan bantuan demikian anak akan lebih mudah makan atau mengosok giig, misalnya.

3. Jangan Menuntut Berlebihan
Keinginan agar anak mandiri seringkali membuat orang tua menuntut anak secara berlebihan. Lupa akan keterbatasan usia dan perkembangan anak. Tuntutan seperti itu pada dasarnya hanya akan membuat Anda dan si kecil frustasi, sehingga tujuan merangsang kemandirian anak malah semakin tidak tercapai. Lebih baik melakukan semua itu dengan santai saja, sehingga suasananya pun semakin mendukung keinginan anak untuk melakukan sesuatunya sendiri. Akhirnya, pendekatan apapun yang Anda lakukan agar anak mandiri, yang terpenting adanya hubungan saling percaya atas dasar kasih sayang. Dengan dasar ini Anda akan tersenyum menyaksikan perkembangan mereka yang tampaknya tak masuk akal, disamping menjadi lebih sadar menghadapi tutntutan-tuntutannya. Anak yang mandiri sedari kecil dan berkembang dengan baik akan mempunyai rasa tanggung jawab pula atas apa yang dilakukannya/akibat dari kemandiriannya. "Pendidikan yang diberikan seseorang kepada anaknya lebih baik baginya daripada bersedekah satu sha" (HR. Tirmidzi).





Oleh : Ika Martianingsih (Admin dan Keuangan TK PErmata Hati)
(merupakan Tugas Mata Kuliah " Anak Berkebutuhan Khusus" semeter 7 S1 PAUD Universitas TErbuka Semarang)